gravatar

Menahan Banjir Dana Panas

Banjir dana asing jangka pendek (hot money) terus melaju. Hal ini membuat cadangan devisa melonjak menjadi USD92,75 miliar per akhir November 2010 yang bisa mencapai USD100 miliar pada akhir 2010.

Bagaimana menahan banjir dana panas? Pasti BI sudah memahami potensi risiko ketika dana itu pulang ke kampung halamannya tanpa permisi (sudden reversal) atau pindah ke negara lain yang kemilau (emerging markets) misalnya Vietnam dan Thailand. Sesungguhnya, BI sudah memainkan aneka jurus.

Pertama, kebijakan perpanjangan profil jatuh tempo SBI per 1 Juni 2010 dengan mengubah lelang SBI dari mingguan menjadi bulanan. Ini bertujuan untuk mendorong bank nasional supaya mengelola likuiditas dengan horizon yang lebih panjang. SBI bertenor tiga dan enam bulan bertujuan untuk menyerap ekses likuiditas.

Hal ini diharapkan dapat mendorong perkembangan transaksi pasar uang dan pelaksanaan operasi moneter dalam mengelola likuiditas dapat berjalan lebih efektif. Kedua, kebijakan moneter. Pada pertengahan Juni 2010, BI menerbitkan dua kebijakan yakni penerapan minimum one month holding period SBI dan penerbitan SBI tenor sembilan dan 12 bulan.

Paket kebijakan itu meliputi pelebaran koridor bunga pasar uang antarbank (PUAB) over night (O/N), penyempurnaan ketentuan mengenai PDN, penerapan minimum one month holding period SBI, penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit, penerbitan SBI berjangka waktu sembilan dan 12 bulan dan penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN).

Penerapan minimum one month holding period SBI mewajibkan pembeli SBI di pasar primer maupun sekunder untuk memegang kepemilikan SBI selama minimal satu bulan. Tegasnya, pemilik SBI tidak diperbolehkan melepas kepemilikan SBI baik secara outright maupun repo kepada pihak lain kecuali repo ke BI.

Ketiga, kenaikan giro wajib minimum (GWM) yang terbit 3 September 2010. Kenaikan GWM Primer dari lima persen menjadi delapan persen itu bertujuan untuk menekan laju inflasi. Inflasi mendaki dari 6,22 persen (yoy) per Juli 2010 menjadi 6,44 persen (yoy) per Agustus 2010.

Untunglah inflasi menipis menjadi 5,80 persen dan 5,67 persen per September 2010 dan Oktober 2010 namun naik lagi menjadi 6,33 persen per November 2010. Kenaikan GWM Primer efektif 1 November 2010 itu telah menyerap likuiditas di sistem keuangan senilai Rp60,3 triliun.

Keempat, peniadaan lelang SBI tenor tiga bulan. Hal ini bertujuan agar ekses likuiditas perbankan nasional ke tenor yang lebih panjang. Selain SBI tenor enam dan sembilan bulan, BI menawarkan term deposit dengan tenor satu dan dua bulan.

Langkah Lebih Perkasa

Adakah langkah lain yang lebih perkasa? Tentu. Pertama, pengawasan mata uang (currency control). Sebagai contoh, pada 13 Juni 2010, Korea Selatan mengumumkan satu rangkaian pengawasan mata uang untuk melindungi guncangan global yang meliputi tiga hal utama.

Yang pertama, pembatasan pada perdagangan derivatif mata uang termasuk forward currency yang tak dapat diperdagangkan, cross-currency swap dan forward. Limit bagi bank Korea dan kantor cabang bank asing masing-masing hingga 50 persen dan 250 persen (sebelumnya 300 persen) dari modal. Berikutnya, otoritas setempat membatasi penggunaan kredit valuta asing (valas).

Hal ini bertujuan untuk menjamin bahwa kredit valas digunakan hanya untuk keperluan luar negeri. Selama ini kredit valas dimanfaatkan untuk pembelian bahan baku, foreign direct investment (FDI), dan pembayaran utang.

Terakhir, otoritas setempat pun mengetatkan regulasi yang ada mengenai rasio likuiditas valas bagi bank domestik. Bank domestik wajib memantau likuiditas valas setiap hari dan melaporkannya kepada otoritas setempat setiap bulan. Kedua, pengenaan pajak.

Brasil sudah lebih dulu menaikkan pajak sampai dua kali lipat atas dana asing pada surat utang (domestic debt). Thailand menambah pajak baru 15 persen atas dana asing pada obligasi. Ini semua bertujuan untuk membendung aliran deras dana panas. Bagaimana Indonesia? Indonesia tampak enggan untuk me-niru langkah semacam itu.Namun, kini pemerintah sedang melakukan kajian untuk mengenakan pajak.

Manajemen Risiko

Namun, pemerintah wajib mempertimbangkan hal-hal berikut. Pajak atas dana masuk atau keluar? Ini pertimbangan pertama untuk ditetapkan segera sebelum melangkah lebih jauh.Yang lebih mendesak pasti pajak atas dana keluar. Mengapa? Karena dana panas yang tiba-tiba keluar dalam jumlah besar akan lebih memengaruhi pasar keuangan nasional.

Pertimbangan kedua, pemerintah wajib menentukan instrumen apa saja yang bakal dikenakan pajak. Pertimbangan ketiga, pemerintah pun wajib memperhitungkan potensi risiko pascapengenaan pajak. Dengan bekal pertimbangan tersebut, semoga dana panas dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan potensi risiko semini mungkin.