gravatar

Istana "Dinginkan" Keraton dengan Penghargaan

JAKARTA - Di tengah hubungan Istana dan Keraton yang "memanas", Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan penghargaan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Dua hari berturut-turut, Presiden memberi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta itu penghargaan Satyalancana Pembangunan di Bidang Pendidikan dan Penghargaan Ketahanan Pangan.

Pemberian penghargaan ini tentunya menarik perhatian publik di tengah polemik penyusunan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta,  yang salah satunya menyoal suksesi kepala daerah secara langsung. RUU DIY ini pemicu renganggnya Istana-Keraton.

"Penghargaan itu sebagai upaya dari Presiden untuk memperlihatkan kepada publik jika hubungan dengan Sultan baik-baik saja," ungkap pengamat media dan komunikasi politik Pinckey Triputra saat dihubungi okezone, Jumat (3/12/2010).

Tidak bisa dipungkiri buntut dari penyataan SBY yang dinilai banyak pihak mengungkit-ungkit eksistensi "monarki" Jogya telah menimbulkan kecaman keras dari pengikut Sultan.

Sebab itu, Istana berupaya mendinginkan suasana panas itu dengan berbagai cara, termasuk memberikan penghargaan kepada Raja Jogja ini.
"Istana ingin dilihat publik tidak ada masalah dengan Keraton, tapi publik membacanya lain. Meski keduanya bertemu langsung, tapi publik tahu  masalah belum selesai," terang Pingkey.

Kata dia, terlebih bahasa tubuh dari kedua pemimpin nasional ini menunjukan kekakuan dan dingin saat bertemu di Senayan, kemarin. "Tak terlihat (ada masalah), tapi terlihat dari bahasa tubuh," imbuhnya.

Menurut Pingkey, persoalan politik yang berpangkal dari RUU DIY menjadikan hubungan personal SBY-Sultan terganggu. Sehingga, komunikasi politik  di antara keduanya pun berlangsung tidak baik. Untuk memulihkannya, tidak mudah dan butuh waktu lama.

"Juga tergantung proses politik. Selama Istana tidak mendengar aspirasi masyarakat Yogyakarta yang menginginkan penetapan Sultan sebagai Gubernur DIY tanpa pemilihan lansung, maka ketegangan tidak akan mencair," paparnya.